Depolitisasi
Politik
Sebuah
masalah mendasar yang tidak disadari ketika depolitisasi massa dipraktekkan
adalah hadirnya kehampaan politik dalam diri warga negara. Kehampaan politik
ini digambarkan sebagai tiadanya nilai atau makna yang diyakini oleh seseorang ketika
berpartisipasi dalam politik. Situasi kehampaan politik adalah berpolitik tanpa
ideologi yang menjadikan persengketaan politik tak lebih dari perebutan
kekuasaan semata-mata. Kondisi ini merupakan ancaman bagi kedaulatan negara.
Sebab, terbuka kemungkinan praktek demokrasi dibajak oleh kepentingan pemodal
tanpa mengindahkan lagi upaya penegakkan kedaulatan negara.
Pendidikan
Politik Warga Negara
Praktek
demokrasi yang sedang berlangsung pada era reformasi ini perlu dievaluasi dalam
rangka memastikan bahwa sosok demokrasi yang hadir di Indonesia dapat memberi
manfaat langsung bagi manusia Indonesia dalam memperoleh keadilan sosial. Salah
satu tolok ukurnya adalah hadirnya kedaulatan rakyat dalam praktek demokrasi di
Indonesia.
Ciri
demokrasi yang sangat penting adalah kedaulatan atau kekuasaan tertinggi ada di
tangan rakyat. Rakyat dipandang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya. Kesamaan
derajat manusia ini memungkinkan setiap warga negara menyalurkan aspirasi politiknya.
Karenanya, dalam bidang politik pendelegasian kekuasaan merupakan suatu
keharusan. Kekuasaan rakyat ini diemban
wakil-wakil rakyat yang duduk di dewan perwakilan rakyat. Mereka memiliki hak
legislatif, serta hak dan kemampuan mengkontrol pemerintah. Aturan main
demokrasi bukan sekedar permainan partai-partai yang berkompetisi tetapi juga
kompetisi warga negara dalam menyalurkan aspirasi politik.
Namun
demikian, aspirasi politik warga negara bukanlah hal yang mudah. Depolitisasi
massa yang berlangsung lama pada era Orde Baru telah menyisakan kehampaan
politik yang akut. Tatanan politik lepas dari nilai-nilai dan realitas
kehidupan individu. Politik kehilangan landasan moralnya. Kehampaan politik
dalam diri warga negara menjadikan tatanan politik kehilangan keabsahannya.
Demokrasi
yang dipraktekkan dalam keadaan mayoritas warga negara bersikap apolitis
cenderung memunculkan dua alternatif tindakan. Pertama, tatanan politik dipaksakan
kepada warga negara salah satunya melalui “politik uang”. Pemaksaan kehendak kepada
warga negara ini merupakan pertanda demokrasi telah lenyap. Kedua, tatanan
politik ditegakkan melalui proses pembelajaran demokrasi atau demokratisasi.
Intisari
demokratisasi adalah menumbuhkan aspirasi politik dalam diri warga negara. Politik
disadari dan dihayati oleh warga negara sebagai nilai atau makna yang memiliki
arti penting dalam hidup sehari-hari. Politik menjadi lokomotif kekuatan sosial
bagi setiap warga negara dalam melindungi maupun memperjuangkan kepentingannya
ketika berhadapan dengan kelompok masyarakat yang lebih kuat secara politik, ekonomi,
sosial, maupun budaya.
Membangun
Kedaulatan Desa
Sebagian
terbesar warga negara Indonesia hidup dan menetap di desa-desa. Mereka saling
berinteraksi dan menyalurkan aspirasi politiknya secara langsung dalam
pengelolaan kehidupan bersama di komunitasnya. Tindakan politik sangat
potensial untuk ditumbuhkan dalam interaksi sosial di desa-desa. Sebab, secara
legal dalam Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa desa merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Politik dimungkinkan
hadir secara nyata dalam realitas hidup rakyat desa, khususnya dalam proses
pengambilan keputusan tentang pengelolaan hidup bersama di desa.
Namun
demikian, pendefinisan secara legal tetang wewenang desa mengatur wilayahnya
secara mandiri seringkali jauh dari realitasnya. Sebab, selama era Orde Baru
pula desa cenderung dijadikan wilayah operasionalisasi pembangunan yang
dikelola secara sepihak oleh birokrasi pemerintah. Rakyat desa semata-mata
diperlakukan sebagai sasaran atau obyek dari proyek-proyek pembangunan yang
dikelola oleh birokrasi pemerintah. Kondisi desa tanpa kedaulatan ini bukanlah
lahan subur untuk menumbuhkan demokratisasi.
Langkah
awal yang paling tepat untuk mendorong demokratisasi adalah membangun kembali kedaulatan
desa. Desa yang berdaulat diwujudkan dengan merealisasikan mandat undang-undang
yaitu memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat. Pengaturan kehidupan bersama di desa ditopang nilai-nilai demokrasi,
khususnya demokrasi kerakyatan yang berdasarkan asas musyawarah mufakat. Ruang-ruang
musyawarah rakyat dikembangkan agar warga desa mampu merealisasikan hak-hak
demokrasi rakyat seperti: hak menyatakan pendapat, hak berkumpul, berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan pembangunan, dll. Buah dari
proses demokratisasi desa ini adalah kehidupan politik yang sarat nilai dan makna
karena aspirasi warga negara tumbuh dari kesadaran batin. Melenyapnya kehampaan
politik dalam diri warga negara secara berlahan juga akan mengikis habis praktek
“politik uang”. Tumbuhnya kesadaran politik warga negara dengan sendiri menghadirkan
biaya politik yang murah. Kondisi ini memungkinkan rakyat memiliki akses yang
sama untuk menduduki posisi-posisi politik yang penting ketika ikut serta dalam
proses seleksi kepemimpinan negara maupun wakil-wakil rakyat
Tegaknya
Kedaulatan Negara
Sebagai
sebuah investasi politik yang bersifat jangka panjang, negara perlu mengelola
proses demokratisasi desa ini secara bersunguh-sungguh. Seluruh sumberdaya
pembangunan yang masuk desa ditata ulang dalam kerangka mendorong kedaulatan
desa. Bahkan, kepada rakyat desa diberikan pelatihan-pelatihan demokrasi
khususnya terkait posisinya sebagai warga negara. Sebagai warga negara, rakyat
desa tidak hanya memiliki hak berpolitik, tetapi juga tanggungjawab sebagai warga
negara dalam mewujudkan dan menjaga tegaknya kedaulatan negara.
Demokratisasi
desa dapat diartikan sebagai sebuah proses pendidikan warga negara. Proses
pembelajarannya bukan melalui ceramah, melainkan praktek-praktek langsung mengelola
hidup bersama. Melalui demokratisasi desa ini pilar-pilar kebangsaan dibangun
di desa-desa, dan Pancasila sebagai ideologi negara ditanamkan dalam-dalam
dibenak kesadaran dan perilaku warga desa. Pilar-pilar kebangsaan yang hidup di
sanubari rakyat desa menjadi benteng kedaulatan negara. Pembuktiannya, pada
saat pemilu rakyat desa akan memilih wakil-wakil rakyat yang berjiwa negarawan.
Wakil
rakyat yang berjiwa negawaran ada di pelbagai partai politik. Agar berhasil, demokratisasi
desa harus berasaskan netralitas politik. Pendidikan politik yang dikelola negara
bersifat netral, tidak berpihak kepada partai politik tertentu. Netralitas
politik ini memungkinkan rakyat desa memilih wakil-wakilnya berasal dari
pelbagai partai politik. Dengan jalan ini, demokratisasi desa akan didukung
oleh seluruh partai politik.
Akhir
kata, demokratisasi desa untuk kedaulatan negara ini akan mendorong sebuah
proses dialektika politik yang dinamis yaitu meningkatnya rasionalitas pemilih
dalam menyampaikan aspirasi politik akan mengubah perilaku partai politik untuk
lebih rasional pula. Tidak tertutup kemungkinan suatu saat nantinya jagad
politik di Indonesia akan dikuasai oleh partai-partai politik yang berteguh
dalam menjaga kedaulatan negara dengan basis dukungan nyata dari mayoritas
rakyat desa. Merdeka.
(Dahat Sunya Wisesa@Sept 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.